Keberanian Majelis
Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) memberatkan hukuman Angelina Sondakh (koruptor
berparas cantik itu), adalah putusan berani. Ini merupakan vonis hukum yang
merefleksikan keadilan publik. Hal tersebut tentu menyakitkan hati terpidana
dan menyentak batin pelaku korupsi lainnya. Kepolisian perlu segera memberi jaminan
keamanan terhadap semua hakim.
Angie—sapaan akrabnya—dihukum
12 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti senilai Rp 12.580 miliar dan
UDS 2,350 juta (Rp 27,4 miliar). Kalau tidak membayar, maka diganti dengan
kurungan 5 tahun penjara. Padahal, di tingkat pengadilan sebelumnya, Angie
hanya divonis 4,5 tahun penjara dan tanpa uang pengganti (SH, 23/11/2013).
Kita membutuhkan
putusan hukum tegas dan memberatkan agar mereka yang ingin korupsi berpikir
ulang. Apalagi kalau ancaman hukumnya adalah pemiskinan. Meskipun teror dan
ancaman keamanan ada di depan mata, kita berharap para hakim terus maju dan
berani membuat jerah para perampok uang rakyat itu.
![]() |
Artikel di hal. 16 Malut Post (Versi Cetak, 04/12/2013) |
Keamanan hakim
Untuk itu, perlu
barangkali keamaman para hakim agung ini diperhatikan. Seturut dengan semangat
pemberantasan korupsi yang kian gencar di negeri ini, maka keamanan penegak
hukum pada lingkungan pengadilan negeri harus pula mendapat perhatian serius.
Bukan saja hakim agung,
namun pengadil di semua tingkatan, perlu diberikan fasilitas penuh untuk aspek
penting ini. Tanpa jaminan keamanan yang memadai, indepedensi hakim dalam
memutus berpotensi bias kepentingan karena
dihantui rasa ketakutan atas ancaman. Keamanan perlu diberikan kepada mereka,
baik pribadi maupun kepada keluarga terdekatnya.
Dari catatan, ancaman kekerasan
terhadap hakim sudah sering terjadi. Pada tahun 2008, misalnya, majelis hakim
kasus korupsi mendapat teror. Ketika itu, tiga hakim Tipikor Jakarta diikuti
oleh orang berbadan tegak (kompas,
19/08/2008). Juli 2013 gedung Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo diberondong
peluru yang merusak mobil seorang hakim.
Begitu juga pada
September 2013, salah satu ormas merusak gedung serta memaksa Pengadilan Negeri
Depok melaksanakan putusan. Bahkan, yang lebih mengenaskan adalah kejadian pembunuhan
Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 26 Agustus 2001. Kuat dugaan
penembakan Syafiuddin terkait erat dengan kasus korupsi yang ditanganinya.
Artidjo Alkostar pernah
menjadi anggota majelis ketika Kartasasmita adalah ketua panel sidang dalam
beberapa kasus korupsi penguasa Orde Baru (news.liputan6.com,
30/07/2001). Pada kasus Angie ini, Alkostar tampil sebagai ketua majelis
hakim. Dia telah dikenal sebagai hakim yang berani menjatuhkan vonis
memberatkan terhadap terdakwa kasus korupsi. Sebagai contoh, bersama dengan MS
Lumme dan Mohammad Askin, Alkostra menjatuhkan hukuman kasus Tommy Hindratno
(pegawai pajak), dari 3 tahun 6 bulan menjadi 10 tahun penjara. Begitu pun pada
kasus Zen Umar, Alkostar ikut memperberat hukuman Direktur PT. Terang Kita itu dari
5 tahun menjadi 15 tahun penjara. Alkostar juga menjadi hakim yang menjatuhkan
vonis hukum Anggodo Widjojo, yang semula 5 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Artinya, kiprah Alkostar
termasuk para hakim agung lainnya berpotensi membuat terpidana korupsi sakit
hati. Terbuka kemungkinan mereka melakukan upaya balas dendam. Mengantisipasi
hal itu, dukungan keamanan terhadap hakim harus segera diperketat. Sesuai
dengan UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Peradilam Umum Pasal 25 Ayat 5 dan PP No. 94
Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada Di Bawah
Mahkamah Agung (Pasal 7), penanggungjawab utama keamanan hakim dan keluarganya adalah
pihak Kepolisian.
Pada tahun 2001, setelah
kejadian penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, keamanan terhadap
hakim agung ternyata berjalan seadanya. Wakil Ketua Mahkamah Agung H. Taufiq (waktu
itu) disebut-sebut tidak mendapat pengawalan khusus sama sekali dari pihak
Kepolisian. Padahal, pembunuhan tersebut adalah teror terbuka terhadap kiprah
hakim agung. Bahkan, Alkostar, sebagai salah satu hakim, juga pergi-pulang kantor
dengan menggunakan bajaj tanpa ada
pengawalan.
Kita berharap kini pemberian
fasilitas keamanan terhadap hakim agung MA, termasuk kepada hakim lainnya,
sesuai aturan telah diberlakukan. Kalaupun belum, kita meminta agar pihak
Kepolisian segera melakukannya. Dengan begitu para hakim itu tetap leluasa
menjalankan tugas. Bahkan makin berani memberikan vonis hukum tegas serta
memiskinkan siapapun yang telah terbukti melakukan korupsi.