4 Desember 2013

Putusan Angie: Keberanian yang Beresiko

Keberanian Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) memberatkan hukuman Angelina Sondakh (koruptor berparas cantik itu), adalah putusan berani. Ini merupakan vonis hukum yang merefleksikan keadilan publik. Hal tersebut tentu menyakitkan hati terpidana dan menyentak batin pelaku korupsi lainnya. Kepolisian perlu segera memberi jaminan keamanan terhadap semua hakim.

Angie—sapaan akrabnya—dihukum 12 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti senilai Rp 12.580 miliar dan UDS 2,350 juta (Rp 27,4 miliar). Kalau tidak membayar, maka diganti dengan kurungan 5 tahun penjara. Padahal, di tingkat pengadilan sebelumnya, Angie hanya divonis 4,5 tahun penjara dan tanpa uang pengganti (SH, 23/11/2013).

Kita membutuhkan putusan hukum tegas dan memberatkan agar mereka yang ingin korupsi berpikir ulang. Apalagi kalau ancaman hukumnya adalah pemiskinan. Meskipun teror dan ancaman keamanan ada di depan mata, kita berharap para hakim terus maju dan berani membuat jerah para perampok uang rakyat itu.

Artikel di hal. 16 Malut Post (Versi Cetak, 04/12/2013)
Keamanan hakim
Untuk itu, perlu barangkali keamaman para hakim agung ini diperhatikan. Seturut dengan semangat pemberantasan korupsi yang kian gencar di negeri ini, maka keamanan penegak hukum pada lingkungan pengadilan negeri harus pula mendapat perhatian serius.

Bukan saja hakim agung, namun pengadil di semua tingkatan, perlu diberikan fasilitas penuh untuk aspek penting ini. Tanpa jaminan keamanan yang memadai, indepedensi hakim dalam memutus berpotensi bias kepentingan karena dihantui rasa ketakutan atas ancaman. Keamanan perlu diberikan kepada mereka, baik pribadi maupun kepada keluarga terdekatnya.

Dari catatan, ancaman kekerasan terhadap hakim sudah sering terjadi. Pada tahun 2008, misalnya, majelis hakim kasus korupsi mendapat teror. Ketika itu, tiga hakim Tipikor Jakarta diikuti oleh orang berbadan tegak (kompas, 19/08/2008). Juli 2013 gedung Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo diberondong peluru yang merusak mobil seorang hakim.

Begitu juga pada September 2013, salah satu ormas merusak gedung serta memaksa Pengadilan Negeri Depok melaksanakan putusan. Bahkan, yang lebih mengenaskan adalah kejadian pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 26 Agustus 2001. Kuat dugaan penembakan Syafiuddin terkait erat dengan kasus korupsi yang ditanganinya.

Artidjo Alkostar pernah menjadi anggota majelis ketika Kartasasmita adalah ketua panel sidang dalam beberapa kasus korupsi penguasa Orde Baru (news.liputan6.com, 30/07/2001). Pada kasus Angie ini, Alkostar tampil sebagai ketua majelis hakim. Dia telah dikenal sebagai hakim yang berani menjatuhkan vonis memberatkan terhadap terdakwa kasus korupsi. Sebagai contoh, bersama dengan MS Lumme dan Mohammad Askin, Alkostra menjatuhkan hukuman kasus Tommy Hindratno (pegawai pajak), dari 3 tahun 6 bulan menjadi 10 tahun penjara. Begitu pun pada kasus Zen Umar, Alkostar ikut memperberat hukuman Direktur PT. Terang Kita itu dari 5 tahun menjadi 15 tahun penjara. Alkostar juga menjadi hakim yang menjatuhkan vonis hukum Anggodo Widjojo, yang semula 5 tahun menjadi 10 tahun penjara.

Artinya, kiprah Alkostar termasuk para hakim agung lainnya berpotensi membuat terpidana korupsi sakit hati. Terbuka kemungkinan mereka melakukan upaya balas dendam. Mengantisipasi hal itu, dukungan keamanan terhadap hakim harus segera diperketat. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Peradilam Umum Pasal 25 Ayat 5 dan PP No. 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada Di Bawah Mahkamah Agung (Pasal 7), penanggungjawab utama keamanan hakim dan keluarganya adalah pihak Kepolisian.

Pada tahun 2001, setelah kejadian penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, keamanan terhadap hakim agung ternyata berjalan seadanya. Wakil Ketua Mahkamah Agung H. Taufiq (waktu itu) disebut-sebut tidak mendapat pengawalan khusus sama sekali dari pihak Kepolisian. Padahal, pembunuhan tersebut adalah teror terbuka terhadap kiprah hakim agung. Bahkan, Alkostar, sebagai salah satu hakim, juga pergi-pulang kantor dengan menggunakan bajaj tanpa ada pengawalan.

Kita berharap kini pemberian fasilitas keamanan terhadap hakim agung MA, termasuk kepada hakim lainnya, sesuai aturan telah diberlakukan. Kalaupun belum, kita meminta agar pihak Kepolisian segera melakukannya. Dengan begitu para hakim itu tetap leluasa menjalankan tugas. Bahkan makin berani memberikan vonis hukum tegas serta memiskinkan siapapun yang telah terbukti melakukan korupsi.